Renungan, Senin 28 Agustus 2023 (Amsal 14:26)
Ibadah Pagi STB HKBP
28 Agustus 2023
Amsal 14:26 (Di dalam takut akan Tuhan ada sandaran teguh dan perlindungan)
Saudara yang terkasih, semua sivitas akademika STB HKBP: para mahasiswi, tenaga kependidikan, dan para dosen, berdasarkan berita dari salah satu media online[1] “Lihat https://dataindonesia.id/ragam/detail/kasus-bunuh-diri-paling-banyak-di-jawa-tengah-hingga-juli-20230 diakses 26 Agustus 2023″ disebutkan bahwa per 1 Januari sampai dengan 21 Juli 2023 ditemukan 663 kasus bunuh diri di Indonesia. Mayoritas kasus itu ditemukan di Jawa Tengah dengan jumlah 253 kasus dan di Sumatera Utara 28 kasus. Tentu kasus itu bukanlah angka yang sedikit. Bahkan di salah satu media online lainnya[2] Lihat https://www.tribunnews.com/nasional/2022/09/10/riset-tiga-penyebab-bunuh-diri-terbanyak-di-indonesia-diantaranya-kesepian diakses 26 Agustus 2023″ disebutkan bahwa angka kasus bunuh diri yang sebenarnya jauh melebihi dari kasus yang terdata. Menurut media online tersebut kasus bunuh diri yang tidak terdata atau dilaporkan diperkirkan 300% dari yang dilaporkan. Hal ini disebabkan kasus bunuh diri dianggap aib atau tabu, sehingga pihak keluarga tidak melaporkannya. Pertanyaannya: Apakah penyebab terjadinya kasus bunuh diri tersebut? Kasus bunuh diri ini terjadi karena depresi. Orang yang bersangkutan tidak mampu menghadapi masalah atau beban hidup. Ada tiga masalah utama yang dianggap menjadi penyebab kasus bunuh diri, yaitu masalah keluarga, keuangan, dan kesepian. Dalam hal ini, agama, khususnya gereja mendapat warning agar lebih memerhatikan kehidupan umatnya dan menggembalakan mereka lebih serius, sehingga kasus bunuh diri dapat diantisipasi. Sebagai orang-orang percaya dan mahasiswi Bibelvrouw kita dituntut agar menjadi orang yang selalu perduli dan responsif terhadap orang-orang yang ada sekitar kita, khususnya terhadap orang yang menunjukkan adanya indikasi depresi. Dengan demikian, kita dapat menolongnya melalui pendekatan pastoral untuk mengantisipasi tindakan yang mengarah kepada kasus bunuh diri.
Saudara yang diberkati Yesus Kristus, saya mengangkat kasus ini bukan untuk mempertanyakan bagaimana peran gereja dan apa yang bisa dilakukan gereja untuk mengantisipasi dan mengatasi terjadinya kasus bunuh diri itu. Sebaliknya saya mengangkat kasus ini dari sudut lain, yaitu semakin maraknya mereka yang tidak takut mati, tetapi mereka takut hidup. Tidak takut bunuh diri, tetapi takut menghadapi masalah. Jika pemahaman kita selama ini mengatakan, bahwa semua orang takut mati, namun fakta menyebutkan bahwa depresi yang dialami seseorang memberikan keberanian kepadanya untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Rasa takut yang tidak dapat dikelola dengan baik dapat menjadi subjek yang menguasai hidup, sehingga rasa takut itu merusak dan merasuki karakter manusia. Akibatnya, rasa takut yang demikian berdampak negatif terhadap orang yang mengalaminya.
Nats kita saat ini berbicara mengenai takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan tidak berkaitan dengan depresi yang dialami oleh umat. Takut akan Tuhan berkaitan dengan iman percaya kepada Tuhan. Di dalam rasa takut akan Tuhan, umat menyadari kelemahan dan keterbatasan sebagai manusia di hadapan Tuhan, dan mengakui kebesaran dan kemahakuasaan Tuhan. Oleh karena itu, takut akan Tuhan adalah rasa takut yang lahir dari rasa kagum dan takjub terhadap kebesaran Tuhan.
Dengan demikian, orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang selalu membutuhkan pertolongan Tuhan dalam menghadapi persoalan hidupnya. Artinya, dia selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, takut akan Tuhan adalah rasa takut yang berdampak positif. Rasa takut itu mendorong kita untuk mempercayakan diri kepada Tuhan dan hidup berlandaskan firman Tuhan, sehingga kita menjadi orang yang kreatif, konstruktif, dan inovatif. Dengan memusatkan diri kepada Tuhan melalui iman percaya, kita dapat mengelola rasa takut dalam diri kita menjadi rasa takut yang berdampak positif, yaitu rasa takut yang menjadi ruang bagi Allah untuk berperan dalam diri kita. Rasa takut itu penting, supaya dengan rasa takut itu, kita menggantungkan diri kepada Tuhan.
Saudaraku yang terkasih, yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah masih ada rasa takut kita kepada Tuhan? Jika kita masih memiliki rasa takut kepada Tuhan, maka tentu kita akan meminimalisir kejahatan dan dosa-dosa kita. Kita tahu bahwa di dalam Tuhan dosa tidak memiliki tempat. Sekecil apapun dosa dan kejahatan, semuanya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Namun jika rasa takut kepada Tuhan masih ada dalam diri kita, maka di dalam rasa takut itu ada rasa aman, sandaran teguh dan perlindungan. Artinya, rasa aman akan kita miliki apabila kita takut akan Tuhan. Selanjutnya, takut akan Tuhan akan kita miliki apabilah kita beriman kepada Tuhan. Oleh karena itu, indikasi yang takut akan Tuhan adalah setia dan konsisten melakukan perintah Tuhan. Amin
Pdt. Dr. Romeo Ronni Panly Sinaga