Renungan Pagi 15 Mei 2023, Filipi 4:13
Renungan, 15 Mei 2023
Filipi 4:13
Saudara terkasih dalam Kristus Yesus.
Ketika sedang menghadapi masa kesusahan, kesulitan dan membuat kita seakan ingin menyerah, ingin menangis, berteriak meluapkan rasa sakit dan capek, diantara kita siapa yang sering membaca dan menjadikan nas ini sebagai pegangan dan kekuatan bagi dirinya? Pasti kita sering mengambil nas ini untuk kekuatan kita menghadapi keadaan sulit kita demikian juga dengan orang banyak, karena nas ini adalah salah satu nas/ayat istimewa bagi orang Kristen. Untuk lebih mengenal surat Paulus ini, baiknya kita mengetahui bahwa surat Paulus kepada jemaat Filipi adalah surat dari empat surat penjara. Ia mengirimkannya ke jemaat di Filipi sementara ia sedang ditahan di Roma. Surat Filipi terutama dikena sebagai “surat persahabatan”. Paulus menyatakan pikiran-pikirannya yang hangat terhadap orang percaya di Filipi dan meyakinkan mereka tentang apresiasianya atas dukungan mereka terhadap pelayanannya.
Di dalam pelayanannya, Paulus bukanlah seorang yang selalu berkecukupan. Kelimpahan dan kekurangan ia alami silih berganti. Dalam satu perikop nas hari ini, tentu kita mendapati pengakuan Rasul Paulus yang penuh syukur atas kebaikan jemaat Filipi dalam mengirimkan pemberian kepada dia untuk kebutuhan hidupnya. Pemberian itu telah ia singgung dalam 2:25. Tetapi sekarang dengan lebih terperinci ia mau mencurahkan hatinya kepada mereka. Ia mulai mengatakan bahwa ia sangat bersukacita, bukan pertama-tama karena pemberian itu sendiri tetapi karena ungkapan percaya mereka yang nampak didalamnya. Ternyata mereka tidak melupakannya dalam perhuangan untuk membela dan meneguhkan berita Injil.
Paulus sangat menghargai pemberian mereka. Namun paulus disini juga berusaha untuk mencegah pikiran yang salah mengartikan dan menarik kesimpulan bahwa kegembiraannya yang besar tu disebabkan oleh karena ia berada dalam kekurangan, bukan karena ia meresa kekurangan atau takut kekurangan. Perkataannya ini ia jelaskan lebih lanjut dalam ayat 12. Ia tahu sebagai hasil dari telah belajar mencukupkan diri dalam segala hal. Bukan secara teoritis tetapi secara praktis karena ia sendiri mengalaminya dalam hidupnya. Mengenai hal kekurangan, ia sudah mencukupkan diri dengan sedikit yang dimilikinya dan itu sudah membuatnya puas. Mengenai hal ketakutan kekurangan, ia bergantung pada pemeliharaan Tuhan untuk memberinya persediaan dari hari ke hari, dan itu sudah membuatnya puas.
Saudara terkasih, itu adalah suatu pelajaran yang perlu dipelajari olehnya seperti juga oleh kebanyakan orang. Mengingat kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan yang dengannya ia diuji. Ia sering kali dibelenggu, ditahan dan berkekurangan. Tetapi dalam semuanya itu ia telah belajar mencukupkan diri, yaitu menyesuaikan pikirannya dengan keadaannya dan mengambil sisi terbaik darinya. Ini adalah tindakan istimewa dari anugrah Tuhan, yaitu memampukan untuk menyesuaikan diri dengan setiap kondisi hidup dan tetap berpikir tenang dalam segala macam keadaan.
Dalam menyesuaikan diri dengan kesengsaraan yang tahu apa itu merasa terhina, bagaimana menderita lapar, apa itu berkekurangan, sehingga kita tidak dikuasai sehingga kita tidak dikuasai oleh godaan-godaannya sampai kehilangan penghiburan di dalam Tuhan dan atau tidak mempercayai pemeliharaanNya, atau mengambil jalan pintas untuk mendapatkan persediaan dan menyelesaikan persoalan itu. Lalu bagaimana kita harus mempelajarinya saudara terkasih? Yaitu dengan ayat renungan kita hari ini “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. Kita memerlukan kekuatan dari Kristus untuk memampukan kita melakukan bukan hanya kewajiban-kewajiban yang murni Kristiani, melainkan juga kewajiban-kewajiban yang merupakan buah dari kebajikan moral. Kita memerlukan kekuatanNya untuk mengajarkan mencukupkan diri dalam segala keadaan.
Pada nas ini Paulus seolah-olah berkata “di dalam Kristus yang sedang menguatkan aku, dan akan senantiasa menguatkan aku oleh kekuatannya yang terus-menerus barulah aku dimampukan dalam segala hal. Aku bergantung pada Dia sepenuhnya untuk segenap kekuatan rohaniku.” Paulus dalam rahasia hidup ini dengan up and downnya, dari punya dan tidak punya. Ia tahu apa itu kekurangan dan apa itu kelimpahan. Tetapi Ia juga telah memberi kekuatan kepadanya sehingga Paulus dapat menanggung semuanya itu.
Demikian juga dengan kita. Kita manusia memiliki keterbatasan dan terkadang itu bisa membuat kita tidak sanggup menghadapi banyak pergumulan dalam hidup ini. Kita memiliki keterbatasan fisik yaitu dalam arti kita bisa sakit. Keterbatasan mental, bahwa kita bisa menyerah. Keterbatasan finansial yaitu uang dan tabungan kita bisa habis dalam sekejap. Keterbatasan logika, bahwa kita bisa stres dan galau, dan masih banyak keterbatasan lain yang kita miliki. Kita pun tidak sanggup untuk memprediksi hal-hal yang akan terjadi. Keterbatasan ini sering sekali membuat kita menjadi takut, lemah, stres, dan kuatir. Jika kite merenungkan perjalanan hidup kita, maka kita akan mengetahui bahwa bukan hanya masalah-masalah yang besar yang bisa melemahkan kita bahkan masalah-masalah kecil pun bisa melemahkan kita.
Akan tetapi saudara terkasih, kita tidak pernah sendiri. Kita memiliki Dia, yaitu Tuhan Allah yang Mahabesar, yang memiliki kuasa yang tidak terbatas dan itu membuat-Nya sanggup untuk menolong kita dalam menghadapi berbagai pergumulan hidup. Tidak ada masalah yang terlalu besar yang tidak sanggup diselesaikan oleh Allah, bahkan dosa pun sudah diselesaikanNya. Tidak sedetik pun Dia meninggalkan kita, dan tidak ada pemeliharaan yang sempurna selain yang dikerjakan Tuhan. Namun semua ini dapat kita rasakan, dapat kita peroleh apabila kita “di dalam” Dia. Ini menjadi syarat bila kita ingin kuat dan mampu menghadapi pergumulan. Di luar Dia kita tidak ada kekuatan dan pengharapan tetapi sebaliknya jika kita di dalam Dia maka kekuatan, pengharapan, damai sejahtera dan pernyertaan ada pada kita. Kuasa dan kasih karunia Kristus berada pada orang percaya untuk memungkinkan mereka melakukan segala sesuatu yang Ia minta mereka lakukan. Kita mampu, kita sanggup di dalam Kristus. Amin.
Oleh: Desi Lestari Hutagaol, S.Ag.