Renungan Pagi, Senin 19 Februari 2024 Yohanes 8 : 37 – 47
Yohanes 8 : 37 – 47
Saudara yang dikasihi Tuhan! Injil Sinoptik memandang Yesus sebagai citra manusia sejati yang utuh dan sempurna. Hal yang menonjol dalam kemanusiaan Yesus adalah:
- PengaruhNya yang kuat atas orang lain,
- Perhatian dan kasihNya kepada setiap manusia yang membutuhkan pertolongan,
- Kebaikan hatiNya,
- Sikap yang tidak mementingkn diri sendiri dan
- KerelaanNya untuk berkorban. I
Injil Lukas ini ditulis kira-kira tahun 65 yang ditujukan kepada non Yahudi. Kisah pelayanan Yesus secara umum dalam injil Lukas ini banyak ditujukan kepada anak-anak, kaum perempuan dan kaum tertindas. Jadi dalam realitas social yang dialami masyarakat pada saat itu, Yesus selalu peduli dan terbuka untuk menolong, membebaskan yang tertindas oleh system, membebaskan orang tertindas karena kekuasaan, kemiskinan dan penderitaan lainnya.
Ketika Yesus datang ke Nazaret, Ia masuk ke rumah ibadat pada hari sabat dan membuka kitab Nabi Yesaya 61:1-2 dan diulang lagi di dalam Lukas 4:18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku, karena Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan”. Jadi citra/gambaran manusia sejati yang utuh dan sempurna dalam diri Yesus bisa kita lihat dari kesoliderannya kepada setiap kaum; baik yang miskin, yang buta, yang tertindas, termarjimalkan oleh kuatnya pengaruh penindasan semua tidak luput dari perhatian-Nya. Jadi inti dari kabar baik yang dibawa oleh Yesus adalah semua harus menerima pembebasan.
Saudara yang dikasihi Tuhan, ada hal yang perlu kita lihat dari teks ini, yaitu kehidupan Farisi yang perlu dihindari oleh semua murid-murid Yesus.
Bagaimana sebenarnya karakteristik kaum Farisi ini sehingga sampai dikatakan Yesus, waspadalah terhadap ragi yaitu kemunafikan orang Farisi ?
Karakteristik mereka: kelihatan suci dan saleh, kelihatan sangat rohani, seringkali bersikap seolah-olah mengikuti aturan agama namun tindakan sering bertolakbelakang dengan ajaran agamanya, suka sekali membebani orang lain dengan hukum agama yang berat tetapi mereka tidak melakukannya.
Ragi merupakan sebuah media yang dipakai untuk mengkhamirkan adonan. Ragi dalam konteks Alkitab ini berbeda dengan ragi yang kita kenal yang dipakai untuk membuat tape, atau kue misalnya.
Mengapa Yesus mengumpamakan kemunafikan dengan ragi ? Kita tahu, sifat ragi itu mudah berkembang, dia mudah mengalir/menular kemana-mana, sebentar saja ragi itu bisa mengubah keadaan. Yesus memberikan perumpamaan ragi karena melihat orang-orang Farisi sebagai tokoh pemimpin yang mempunyai massa dan pengikut, punya kekuasaan. Bila kemunafikan tidak diperbaiki, maka akan mudah menyebar kepada para pengikutnya, dan konsekwensinya tidak mudah. Itu sebabnya Yesus mengingatkan para muridNya agar mereka tidak ikut menjadi orang yang melakukan kemunafikan dalam tugas dan perutusan mereka.
Dalam melaksanakan Misi Tuhan Yesus, para murid menjadi pemimpin, pelayan yang akan melanjutkan pekerjaan Tuhan di dunia ini, maka mereka harus menjadi teladan bagi setiap orang yang mereka layani. Apapun yang kita lakukan tidak ada yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Jadi cctv nya Tuhan tidak pernah mati. Kemunafikan dalam pekerjaan, pelayanan suatu saat akan dibongkar oleh Tuhan.
Nasihat Yesus tidak hanya ditujukan kepada murid-muridNya tetapi juga kepada kita sekarang. Kemunafikan itu tidak hanya merugikan diri kita, tetapi merugikan orang lain juga. Yesus berkata “bahwa tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui”
Dengan perkataan ini: Yesus hendak menegaskan bahwa tidak ada yang dapat disembunyikan dari Tuhan, sebab Allah itu Mahatahu. Itu sebabnya Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya supaya tidak takut dengan pengaruh dan kemunafikan orang-orang Farisi yang membenci mereka. Suatu saat akan terjadi pertentangan, perlawaan terhadap pengikut Kristus, akan muncul kemunafikan-kemunafikan baru versi masa kini, maka mereka harus berani melawan godaan-godaan itu. Yesus mengajak kita untuk ikut dalam barisan Allah melawan kemunafikan, dengan membawa perubahan, pembaharuan kebenaran. Maka jadilah pribadi yang jujur, tulus, pribadi yang apa adanya bukan pribadi yang dipoles supaya kelihatan ramah dan humanis tetapi berbeda dengan kenyataannya. Pada masa itu, pengikut Yesus banyak yang takut kepada mereka.
Di dunia ini sangat banyak penguasa yang otoriter tanpa batas, bengis, kejam, sadis bahkan bisa sampai membunuh bawahannya, mitra kerjanya, dll.; rakyat berbicara sedikit dianggap sebuah pemberontakan, sebuah ketidaktaaan. Bahkan ada yang melakukan kejahatan karena terpaksa (mungkin karena jenjang kepangkatan sehingga dia melakukan itu, atau daripada nyawanya terancan lalu dia melakukannya: bnd. Kisah Brada Eliezer yang terpaksa melakukan sebuah tindakan tercela diluar kendalinya karena tidak bisa menolak atasan yang pangkatnya jauh lebih tinggi dari dia).
Dengan kehadiran Yesus, keadaan justru berubah ketika Yesus mengatakan “jangan takut” terhadap mereka yang berkuasa membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mereka hanya berkuasa di dunia, dan selanjutnya kekuasaannya selesai.
Siapa yang harus ditakuti ? Takutilah Dia; Dia yang memiliki kuasa yang kekal itu yaitu Tuhan Yesus.
Jangan terlalu banyak mengkhawatirkan dunia dan segala isinya.
Manusia sangat berharga dan bernilai dihadapan Allah. Dalam konteks Lukas, Yesus membandingkan manusia dengn burung pipit. Burung pipit yang kecil sekalipun tidak luput dari perhatian Tuhan; diberi makan (“Disarihon Debata do”), apalagi manusia. Jangan takut, tetapi teruslah berbuat baik dan bekerja. bahkan rambut di kepala kitapun dihitung. Tugas kita sekarang mau bekerja, mau belajar, jangan malas-malasan; bekerjalah semaksimal mungkin, tidak berlebihan jam kerjanya dan jangan berlebihan juga jam istirahatnya.
Dia mengatakan bahwa sehelai rambut manusia pun diperhatikan Tuhan (bnd. Mat 10.30-31). Ini merupakan cara yang radikal untuk menunjukkan betapa berharganya manusia dihadapan Tuhan, namun Yesus memberikan batasan mengenai siapa yang berharga di hadapan Tuhan. Mereka adalah yang disebut “Anak-anak Allah” yaitu orang-orang yang menunjukkan iman dan pertobatan. Disamping keberhargaan manusia dihadapan Allah, injil sinoptik juga mewartakan keterbatasan manusia apabila mereka hidup di luar Allah. Manusia tidak memiliki kedaulatan mutlak, sehingga tidak dapat berbuat sesuka hatinya di luar kuasa Allah. Nilai manusia lebih tinggi daripada kemampuan dan prestasi yang dimilikinya. Melalui teladan dan pengajaran Yesus, jelas bahwa Yesus tidak menghendaki agar manusia hidup secara individual, tanpa memperhatikan orang lain di luar dirinya. Manusia harus memiliki nilai-nilai solidaritas dengan sesamanya, termasuk dalam tanggungjawabnya sebagai anak-anak Allah.
Kata “jangan takut” dalam Alkitab, muncul sebanyak 365 kali, 365 hari pula kita lewati dalam setahun, berarti setiap hari kita disuguhi dengan kata jangan takut dari Tuhan. Setiap hari pula kita dijaga dan dibebaskan dari rasa takut. Amin.
By: Bvr. Dr. Darna Situmorang, M.Pd.K.