Renungan Pagi, Senin 26 Februari 2024 (Yeremia 20:13)
Senin, 26 Februari 2024
Yeremia 20:13
“Menyanyilah untuk Tuhan, pujilah Tuhan! Sebab Ia telah melepaskan nyawa orang miskin dari tangan orang-orang yang berbuat jahat.”
Saudara terkasih dalam Kristus Yesus!
Apakabar saudara-saudara? Puji Tuhan, dengan berkat yang sungguh luar biasa kita diizinkan untuk bersama memuji Allah sang pemberi kehidupan. Apakah ada yang merasa lelah? Adakah yang merasa kecewa? Biasanya untuk memulai satu minggu dengan melewati hari Senin. Pada saat hari senin pagi itu, bahkan minggu malam kita sudah merasa badan ini malas, badan ini langsung sontak mengatakan back to daily activites. Tetapi saya yakin dan percaya bahwa kita yang ada ditempat ini selalu bersemangat untuk memulai hari-hari yang telah disediakan oleh Allah kepada kita.
Saudara terkasih dalam Yesus, keluh kesah, sungut-sungut hal yang sangat tidak disukai banyak orang bahkan Tuhan sendiri pun tidak menyukainya. Jika ada saudara, kerabat, teman, atau disekitar kita berkeluh kesah, marungut-ungut torus ulaonna pasti orang yang mendengarnya langsung menegornya. Itulah perikop pada nats hari ini keluh kesah Yeremia akibat tekanan jabatannya. Seorang nabi besar, yang dipanggil dan diutus Allah semenjak sebelum Dia membentuk Yeremia dalam rahim ibunya (Yer. 1:5). Lalu yang menjadi pertanyaan, engapa Yeremia berkeluh kesah?
Saudara terkasih dalam Yesus Kristus, tekanan hidup dapat membuat orang tiba pada fase keputusasaan. Untuk apa aku hidup? Mengapa aku dilahirkan? Bukankah lebih baik aku mati selagi dalam kandungan? Begitulah pertanyaan bertubi-tubi yang timbul dalam hati Yeremia kepada Allah sang Pencipta (ay. 14-18). Ia merasa gagal dalam mewartakan firman Allah. Alih-alih mendengar dan bertobat, umat itu justru memusuhinya. Ia menjadi tawanan, Ia dicemooh, diancam, bahkan dianiaya.
Rasanya, sangat manusiawi mengeluh karena merasa bahwa jawaban “Ya” terhadap panggilan Tuhan ternyata dalam praktik lapangannya, orang-orang yang kita layani malah memperlakukan kita sedemikian rupa – seperti yang dialami Yeremia dalam latar belakang perikop kita hari ini (yaitu perikop sebelumnya, Yer. 20:1-6). Seorang imam besar, imam yang menjabat sebagai kepala di rumah Tuhan pada saat itu tidak menyukai Yeremia bahkan memukul dan memasungnya karena pemberitaan yang dilakukannya. Semua orang sahabat karibnya mengintainya dan mau mengadukannya. Bacaan kitab kita hari ini menjadi semakin menarik karena ternyata Yeremia tidak berhenti pada keluhannya semata. Tetapi Yeremia melanjutkannya dengan “suatu kesaksian imannya”.
Yeremia sangat bersukacita dan memuji Allah, dalam keyakinan penuh bahwa Allah akan tampil untuk melepaskannya (ay. 13). Begitu penuhnya ia dengan penghiburan kehadiran Allah bersamanya, dengan perlindungan ilahi yang dialaminya, dan dengan janji-janji ilahi yang diandalkannya, sehingga dalam kelimpahan sukacita itu ia mendorong dirinya sendiri dan orang lain untuk memberikan kemuliaan kepada Allah: Menyanyilah untuk TUHAN, pujilah TUHAN. Sekarang ia percaya penuh kepada Allah yang tadinya tidak dipercayainya (ay. 7). “Engkau telah membujuk aku, ya Tuhan, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk”. Kata “membujuk” jika diterjemahkan dalam bahasa Ibrani memiliki arti “merayu” bahkan juga bisa dipakai pada kata “memperdaya”. Dengan kata lain Yeremia merasa bahwa dia seperti seorang gadis yang dirayu, dibujuk oleh kekasihnya namun kekasihnya memperdaya dia dan dia diperlakukan dengan tidak benar. Sehingga Yeremia menjadi tawanan setiap hari dan semua mereka mengolok-olok dia.
Dalam pengharapannya, hatinya bergejolak memuji Nama yang tadinya tidak mau lagi disebut-sebutnya (ay. 9). Penerapan iman yang hiduplah, yang membuat perubahan bahagia ini, yang mengubah keluh kesahnya menjadi nyanyian, dan kegentarannya menjadi sorak-sorai. Sangat tepat untuk menyatakan pengharapan kita di dalam Allah dengan memuji Dia, dan memuji Dia dengan bernyanyi. Inilah pokok pujian itu, sebab Ia telah melepaskan nyawa orang miskin dari tangan orang-orang yang berbuat jahat, khususnya yang ia maksudkan adalah dirinya sendiri, jiwanya yang malang. Ia telah melepaskan aku dari tangan orang-orang yang berbuat jahat, supaya mereka tidak mencapai maksud mereka, dan juga keinginan mereka. Perhatikanlah, orang yang setia berbuat baik tidak perlu merasa takut kepada orang-orang bejat yang berbuat jahat, sebab orang yang setia kepada Allah yang dapat dipercaya, yang menempatkan orang-orang yang berbuat baik di bawah tangan perlindungan-Nya dan orang-orang yang berbuat jahat di bawah tangan-Nya yang mengekang.
Panggilan hidup Yeremia adalah sesuatu yang berat untuk dijalani. Jika bisa Yeremia memilih, dia memilih untuk menolak panggilan Allah. Akan tetapi jika kita baca kitab Yeremia ini, dia sangat taat meski banyak tantangan yg harus dilaluinya. Sekalipun dia menangis, tetapi dia menyelesaikan panggilannya dengan baik. Apa yang ingin dikatakan kepada kita hari ini sebagai peziarah, sebagai anak Allah yg tengah belajar untuk memenuhi panggilan Tuhan. Adakala kita lelah, adakala kita ingin menangis, adakala kita dianggap tidak mampu, adakala kita menginginkan hal yg nyaman, yg mudah tetapi Tuhan mengizinkan kesusahan terjadi, Tuhan mengizinkan penderitaan terjadi, Tuhan mengizinkan tantangan terjadi dalam kehidupan kita. Maka belajar dari Yeremia, adalah belajar menerima semua itu dengan rasa syukur dan percaya kepada Tuhan. Kita percaya bahwa apapun yang Tuhan izinkan terjadi adalah baik adanya bagi kita semua. Yang terpenting sesungguhnya apakah kita mengalami masalah atau tidak, apakah mengalami penderitaan atau kenyamanan. Yang terpenting apakah kita hidup dalam rencana Tuhan.
Jika seseorang hanya menyikapi jalan hidupnya yang berat dengan keluhan sana keluhan sini tiap-tiap hari, tanpa dirinya melihat bahwa di dalam situasi yang berat itu Tuhan ikut campur tangan dalam memberikan kepadanya apa yang diperlukan. Inilah keluhan yang tidak disukai oleh Allah dan keluhan itu bisa menjadi dosa. Sama seperti bangsa Israel, jika kita kilas balik pada saat mereka di Padang Gurun mereka berkeluh kesah, mereka bersungut-sungut dan berpikir bahwa Allah yang telah mengeluarkan bangsa itu dari tanah perbudakan tidak ikut campur tangan atas penderitannya. Melainkan mereka menyembah Baal dan membuat anak lembu emas untuk disembah. Tetapi, ketika seseorang mengeluh, namun juga dengan imannya ia melihat bahwa ada campur tangan Tuhan yang memberi kekuatan, penyertaan dan penyelamatan, maka inilah yang dinamakan “mengeluh dengan iman”.
Marilah kita berserah kepada Tuhan Allah di dalam perjumpaan, di dalam percakapan tentunya di dalam doa dan pujian kita. Kita serahkan peziarahan kita di persemaian ini kepada Allah, biarlah setiap proses, setiap tantangan yang Tuhan izinkan, setiap persoalan yang Tuhan izinkan kita belajar menerima semua itu dengan rasa syukur dan percaya kepada Tuhan. Sehingga pemenuhan panggilan yang telah kita terima dapat kita selesaikan dengan baik dan mendatangkan berkat bagi orang-orang yang kita layani dan di sekitar kita, tentunya menjadi kemuliaan bagi Allah. Menyanyilah untuk Tuhan, pujilah Tuhan! AMIN.
Oleh : Desi Lestari Hutagaol, S.Ag.