Renungan, Senin 4 September 2023 Markus 10: 15
Markus 10: 15
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.
Siapa yang tidak suka dengan anak kecil? seringkali di gereja kalau anak-anak tidak sengaja menangis, atau berbicara kuat-kuat di gereja, ada orang dewasa yang merasa terganggu. di HKBP pada umumnya ibadah anak dan dewasa dipisah, tetapi pada awalnya ibadah di gereja itu adalah ibadah bersama mulai dari awal, dan pada waktu memasuki khotbah anak-anak memasuki ruang khusus untuk menerima penjelasan khotbah melalui metode pendekatan khusus kepada anak-anak dalam memberitakan firman Allah.
Kata yang digunakan untuk menyebut anak kecil adalah παιδία (paidia). Suatu istilah Yunani yang menunjuk kepada anak-anak secara umum yang memiliki pertumbuhan dan membutuhkan didikan dalam kasih dan ketertiban titik teks tidak menggunakan kata τεκνον (teknon) yang menunjuk kepada anak dalam makna keturunan. kata teknon digunakan secara umum, tanpa spesifikasi usia, tetapi kata paidia adalah kata khusus untuk anak kecil pada usia Sekolah Minggu.
Dalam perikop (ayat 13-16) digambarkan bahwa ada orang-orang yang membawa paidia, dan orang-orang itu adalah orang tua mereka. Melihat hal itu, murid-murid melarang sambil menghardik orang tua yang membawa paidia. Tidak ada ditemukan penjelasan mengapa murid-murid Yesus bersikap demikian. akan tetapi bagi para penafsir seperti Stefan mengatakan bahwa itu adalah tindakan sewenang-wenang. itulah sebabnya Yesus menegur mereka dengan perintah yang positif dan mengatakan biarkanlah anak-anak itu datang kepadaku.
Murid-murid Yesus meremehkan anak-anak, dan demikianlah sikap orang Yahudi terhadap anak-anak pada umumnya, karena menurut mereka anak-anak itu tidak produktif namun menurut banyak perhatian. Dengan demikian murid-murid Yesus sekali lagi membuktikan diri sebagai manusia yang penuh pola pikir ‘duniawi’ secara khusus dalam konteks orang Yunani (8:33;9:33-37) (Stefan 2003, 331). Di sisi lain penafsir seperti Barclay mengatakan bahwa mereka ingin melindungi Yesus, karena ketegangan dan di tengah-tengah publik yang tidak menginginkan kehadiran Yesus.
Adalah lumrah kalau ibu-ibu Yahudi ingin agar anak-anak mereka diberkati oleh seorang nabi yang besar dan terhormat. Itulah sebabnya mereka membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Ketika itu Yesus sedang dalam perjalanan beliau salib dan ia sendiri tahu bagaimana penderitaan yang akan dialami. Dalam keadaan demikian pun Yesus masih menjadikan diri dan mempunyai waktu untuk anak-anak untuk memeluk anak-anak itu dan tersenyum kepada mereka. Yesus melanjutkan kata sambutan-Nya dengan: “sebab orang-orang seperti inilah yang memiliki Kerajaan Allah. Sesungguhnya aku berkata kepadamu: siapa saja yang tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya“(dan ayat 14 -15).
Istilah “kerajaan Allah”
menunjukkan bahwa Allah adalah satu-satunya yang memerintah dalam kerajaan itu. Kerajaan Allah adalah pokok pemberian Yesus yang dihadirkan dalam khotbah dan pengajaran-Nya. Yesus menggunakan berbagai cara untuk menjelaskan makna Kerajaan Allah dan bagaimana menuju Kerajaan Allah itu, seperti melalui perumpamaan tanda-tanda, mukjizat, dan lain-lain. Pada intinya hal kerajaan adalah mengajarkan bahwa hanya oleh Karena Allah saja kerajaan itu dapat ditempati dan digenapi. Itulah yang dikerjakan oleh Yesus Kristus, di mana Dia hadir membawa kabar bahwa siapa saja dapat masuk ke dalam kerajaan Allah, dengan teguh berpegangan pada ajaran-ajaran Ilahi yang dibawa oleh Tuhan Yesus Kristus (Schmidt 1957,27). Dan itu jugalah yang menjadi pemberitaan firman pagi ini.
Yesus adalah tipe orang yang peduli kepada anak-anak. Dugaan barkly (2003 399) bahwa Yesus adalah orang yang ramah, muda senyum dan gembira titik itulah sebabnya anak-anak sangat ingin berada di dekat-Nya. Kemungkinan mereka sering mendengar bagaimana orang tua mereka menceritakan tentang Yesus setiap hari, sehingga ada keinginan untuk melihat sosok Yesus lebih dekat lagi. Yesus menunjukkan suatu pemahaman bagaimana gambaran orang-orang yang akan menjadi pewaris Kerajaan Allah yaitu dengan menyambut anak-anak.
Hal ini ditekan melalui sikap Rohadi yang ada dalam diri anak-anak, yaitu: pertama, kerendahan hati. Anak-anak memiliki sifat rendah hati, dan mereka memiliki sifat malu untuk ditonjolkan atau ditampilkan di depan umum. Mereka tidak pernah berpikir untuk menonjolkan sesuatu, apalagi disertai dengan keangkuhan dan harga diri. Anak-anak belum menyadari betapa pentingnya dirinya (Barclay 2003,399-400).
Kedua, ada ketaatan. naluri anak adalah patuh, karena dia tidak bisa memisahkan diri dari sesamanya (orang tuanya). Kadang dia tidak patuh akan tetapi itu hanya sesaat, karena anak-anak sangat menggantungkan dirinya sepenuhnya kepada orang di sekitarnya (Barclay 2003, 400). Dia sangat tergantung kepada ayah dan ibunya, itulah sebabnya anak-anak patuh kepada perintah orang tuanya.
Ketiga, ada kepercayaan. Dalam ketergantungannya, dia percaya bahwa hanya ayah dan ibunya yang dapat melindunginya, menolongnya, dan mengasihinya. Anak-anak sangat yakin bahwa orang tuanya tahu segalanya dan mampu untuk segalanya, dan mereka sangat yakin dengan semua yang dikatakan oleh orang tuanya. Secara naluriah, anak-anak menyadari ketidaktahuan dan ketidakberdayaannya, dan menaruh percayanya kepada seseorang yang menurutnya mengetahui segalanya. Anak-anak tidak pernah menduga ada orang jahat di sekitarnya. Ia menjalin persahabatan dengan semua orang, bahkan orang asing sekalipun (Barclay 2003 400-401).
Kelima, anak-anak mudah melupakan, ia tidak menyimpan dendam dan tidak juga memelihara kebencian. Sekalipun dia diperlakukan tidak adil, tetapi dia akan lupa begitu saja sehingga tidak memerlukan permohonan maaf dari orang itu (Barclay 2003, 332).
Kerajaan Allah adalah milik orang yang seperti anak-anak yang diremehkan oleh masyarakat. Allah sendiri akan memberikan kerajaan-Nya kepada orang yang memiliki sikap baik dari anak-anak. Orang dewasa biasanya tidak datang untuk minta-minta, maka mereka tidak akan menerima. Padahal Kerajaan Allah hanya terbuka bagi mereka yang menerimanya sebagai pemberian Allah, terutama bagi mereka yang menerima sabda Yesus (Stefan 2003, 332).
Perkataan Yesus pada ayat 15 dengan kata “menyambut” sama dengan “menerima” anak-anak (dekhomai) mengandung makna yang mengarah pada cara hidup atau sikap yang dimiliki anak kecil yang dapat ditiru oleh semua orang dalam menyambut Kerajaan Allah. Ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai teladan anak kecil untuk menyambut Kerajaan Allah, yaitu: pertama, menerima dengan gembira dan penuh syukur. Anak-anak memiliki sikap yang mudah menerima, dan selalu menunjukkan kegembiraan dalam menerima sesuatu. Murid-murid Yesus seharusnya meniru anak-anak yang sedang bergembira berlari kepada Yesus. Semua orang seharusnya bergembira menuju Kerajaan Allah. Bersyukur dengan hati yang tulus dan ikhlas (Stefan 1990, 249).
Kedua menerima dengan tulus atau murni. Anak-anak memiliki ketergantungan yang penuh kepada orang tuanya. Itulah sebabnya mereka sangat mudah percaya ketika anak-anak dihantarkan oleh orang tuanya kepada Tuhan Yesus. Mereka sangat percaya dengan apa yang disampaikan oleh orang tuanya. Murid-murid dan orang banyak harus percaya dengan murni, yaitu menyerahkan diri kepada kehendak Ilahi. Allah adalah satu-satunya pembimbing dalam kehidupan manusia, maka manusia perlu menyerahkan hati dan pikirannya dengan murni kepada bimbingan Allah (Leon Dufour 2006, 436).
Ketiga, menerima dengan kasih sayang. Anak-anak selalu pemaaf dan penyayang. Mereka tidak suka menyimpan dendam. Mereka mengampuni dengan mudah, meskipun baru saja menangis. Ini adalah sifat Yesus, di mana tempat dendam Dia menerima jalan salib. Orang yang percaya kepada Allah selalu berjuang dengan hati tulus, sebab itulah yang dikehendaki Allah (band. 1 Raja 9:4). Allah akan selalu menyertai orang yang tulus hatinya (band. 2 Taw. 19:11), dan orang yang tulus hati akan memandang wajah Allah (Mazm. 11-7). Ketulusannya hanya dimiliki oleh orang yang menghayati panggilannya di hadapan Allah dan dipraktikkan dalam setiap ruang dan waktu (band.Barclay 2003,401).
Keempat, menerima dengan sederhana dan polos. Kesederhanaan sama artinya dengan kejujuran dan merujuk kepada kesempurnaan moral (band.Mazm. 116:6: “Tuhan melihat orang-orang yang sederhana”). Sederhana artinya kerelaan hati untuk hidup dalam Roh. Yesus mengajarkan supaya murid-murid hidup dengan sederhana, rela hati, tanpa ada maksud tersembunyi (Iriarte 2001,2-3). Anak-anak memiliki sifat yang polos dan mereka perlu disambut dengan baik supaya hati yang polos dapat terbentuk dengan baik. Itulah sebabnya Yesus memeluk anak-anak dan memberkati mereka, agar mereka semakin bertumbuh dalam iman yang murni kepada Allah (Gurnarsa 2003,60).
Kalau seseorang datang kepada Yesus sebagai orang yang tidak berdaya dan tidak berjasa, Allah pasti memberi kepada mereka dengan berlimpah-limpah. Kerajaan Allah adalah apa yang diberikan oleh Allah dan apa yang diterima oleh manusia. Kerajaan Allah hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang menghadapi sistem menyebut jasa sendiri dan tanpa menuntut apa-apa. Maka orang-orang yang sudah memiliki segala sesuatu, termasuk kesalehan, bisa saja tidak pernah masuk ke dalam kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah karunia semata di mana manusia tidak berhak atasnya dan tidak dapat merebutnya dengan cara apapun.
Bila Kerajaan Allah menjadi milik orang yang yang seperti anak-anak, maka ini bukan karena orang itu rendah hati, tidak berdosa, polos dan sebagainya, tetapi karena mereka tidak mampu hidup tanpa menguntungkan diri dari pihak lain dan tidak mampu mengandalkan diri mereka sendiri. Justru karena itu anak-anak mampu menerima Kerajaan Allah sebagai karunia. Mereka memang bisa menerima dan menyerahkan diri kepada si pemberi (Stefan 2003,332). Setelah menjelaskan secara verbal tentang kerajaan Allah dan orang-orang yang layak ke dalamnya, maka Yesus masuk kepada yang aktual di mana Yesus memeluk (Yuhani: εναγκαλισαμενος ‘enangkalisamenos’) anak-anak itu dan sambil meletakkan tangannya di atas mereka Ia memberkati mereka (ayat a16).
Kata Yuhani memeluk adalah έναγκαλισάμενος ‘enangkalisamenos’ yaitu kata yang berasal dari αγκλή ‘angkalē’ yaitu lengan, maka enangkalisamen’ adalah tindakan seorang membawa melalui lengan. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan merangkul atau memeluk. Yesus memeluk anak-anak itu (10:16). Sikap dan pola pikir Yesus tampak dalam tindakan-tindakan-Nya. Ia membiarkan anak-anak itu mengalami kehangatan-Nya. Dalam masyarakat Yahudi adalah amat tidak bisa melihat seorang pria dewasa yang memeluk anak di hadapan umum. Yesus berbuat demikian, sebab Kerajaan Allah memang karunia belaka. Dengan demikian Yesus hendak mengajarkan para pengikutnya: kalau seorang mau masuk Kerajaan Allah maka pola pikir dan sikap harus berubah (Stefan 2003,333). Yesus meletakkan tangan atas mereka, dan ini adalah salah satu sikap untuk memberkati. Di sana Yesus memohon berkat bagi anak-anak, dan untuk memberkati pada masa itu bukan secara kolektif akan tetapi memberkati satu persatu (Stefan 2003,333). Melalui penjelasan ini maka dapat dibayangkan bahwa satu tangan Yesus memeluk, dan satu tangan lagi diletakkan di atas anak-anak itu, yaitu memberkati. Dapat dirasakan bagaimana senangnya anak anak berada dekat Yesus.
oleh: Pdt. Dr. Benny Sinaga