Renungan Senin, 25 Maret 2024
1 Samuel 2:2
“Tidak ada yang kudus seperti Tuhan, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita.”
Syalom, selamat pagi saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus Yesus. Pada hari yang baru ini Tuhan mengizinkan kita untuk bersama mendengarkan Firman-Nya yang tertulis pada 1 Samuel 2:2.
Topik renungan hari ini adalah kekudusan Allah sebagai gunung batu yaitu nyanyian, puji-pujian Hana atas kebesaran Allah di dalam hidupnya.. Dalam nas ini, Hana mengakui bahwa tidak ada yang kudus seperti Tuhan. Ia mengakui bahwa hanya Allah yang kudus dan tidak ada yang lain kecuali Dia. Dalam bahasa Ibrani, kata yang digunakan untuk “kudus” adalah “qadosh”, yang berarti unik, berbeda, atau suci. Dengan kata lain, Hana mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya yang unik, berbeda, dan suci.
Nah, inilah yang ingin disampaikan kepada kita jika kita kesulitan, kesakitan di dalam hati dan batin bahkan pergumulan berat datang dan pergi, keberuntungan tidak berpihak pada kita, seolah tidak ada jalan keluar maka kita akan merasa bahwa dunia ini suram sekali dan pandangan kita akan kehidupan sangat gelap. Akan tetapi ketika kita melihat ada jalan keluar oleh sinar terang dan kekudusan Allah maka hati kita akan terus menerus bersukacita dan damai. Mengapa? karena terang dan kekudusan Allah telah memberikan harapan kepada kita sehingga kita semakin bersemangat untuk melakukan hal-hal yang baik yang berkenan di hadapan Tuhan.
Hana tahu bagaimana rasanya menderita sakit. Dia mandul. Istri kedua suaminya, Penina, kerap memancing air matanya karena dia tidak bisa mengandung. Jika kita membaca pasal sebelumnya, setiap kali Hana hendak pergi ke Rumah Tuhan, Penina selalu membuat hati Hana sedih, gusar, sehingga ia menangis dan tidak mau makan.
Walaupun Hana mengalami cemooh di dalam hidupnya, dia tidak pernah tinggal diam tetapi dia juga tidak pernah melawan orang yang mencemooh dia. Dia mengambil langkah datang kepada Tuhan sebab dia yakin pada suatu statement di dalam lubuk hati Hana, dia katakan: “Meski pun Tuhan menutup rahimku, tetapi Tuhan tidak pernah menutup telingaNya mendengarkan jeritanku di dalam doaku.” Inilah statement Hana, meskipun Tuhan menutup rahimku kata Hana, tetapi Dia tidak akan menutup telingaNya untuk mendengarkan teriakan-teriakan, seruan-seruan Hana di dalam doanya memohon belas kasih Tuhan. Dan akhirnya apa yang terjadi saudara? Iya, suatu mujizat, suatu peristiwa besar dan dahsyat terjadi kepada orang percaya yaitu Hana, akhirnya dia bisa memperoleh anak, keturunan, dan dia menamakan anak itu Samuel. Padahal ketika dia berdoa sampai imam yang bernama Eli mengatakan kamu seperti orang mabuk, berapa lama lagi kamu terlepas dari mabukmu? (1 Sam. 1:14). Karna Eli melihat perempuan itu berkata-kata dalam hati dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak tanpa mengeluarkan suara. Tetapi Hana mengatakan bahwa dia tidak orang mabuk, tetapi dengan seperti itulah dia terus memohon, bersembah sujud dihadapan Tuhan mencurahkan isi hatinya, mencurahkan kegusaran hatinya dan memohon belas kasih Tuhan sampai Tuhan mendengarkan permohonannya.
Akhirnya ketika dia bisa mengandung, dan dia melahirkan Samuel. Maka orang-orang yang merendahkan, orang-orang yang mencemooh Hana diam dan sebagian dari mereka mau mengubah pandangannya bahwa mujizat itu sungguh luar biasa, dan apa yang tidak terpikirkan oleh manusia yang terbatas, itu sudah dipikirkan oleh Allah yang tidak terbatas dan sudah disediakanNya. Sungguh luar biasa perbuatan Tuhan.
Ayat ini yang berupa pengakuan Hana kepada Tuhan dan dipuji sebagai yang kudus, yang berarti unggul, yang mengatasi segala sesuatu, yang jauh berlainan dari segala makhluk, yang asing dari dunia ciptaanNya (transenden) dan Dialah sumber kekudusan. Dalam pada itu kekudusanNya tidak berarti bahwa Ia tinggal jauh dari dunia dan manusia, malahan ia menyatakan diriNya sebagai Yang Kudus di tengah-tengah bangsaNya.
Yang kedua, dikatakan bahwa tidak ada gunung batu seperti Allah kita. Istilah “gunung batu” dalam bahasa Ibrani adalah “tzur”, yang berarti batu yang besar atau tebing batu. Dalam konteks ini, Hana menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kekuatan dan keteguhan Allah. Ia mengakui bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan atau keteguhan seperti Allah. Dalam keseluruhan ayat, Hana mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya yang layak dipuja dan dimuliakan. Ia memuji Allah karena kekudusan-Nya, kekuatan-Nya, dan karena kasih dan kemurahan hati-Nya yang besar dalam menjawab doa-doa umat-Nya.
Jika kita membaca dari ayat 1-10 inti dari apa yang dikatakan Hana dalam lagunya di sini, adalah sebagai berikut: “Tuhan memegang kendali. Oleh karena itu, bersukacitalah!” Pernahkah Anda memikirkan hal itu? Allah memegang kendali, dan karena itu kita boleh bersukacita di dalam Dia. Terkadang sulit bagi kita untuk melihat hal ini ketika kita sedang melalui masa sulit. Pada saat itulah akan bermanfaat untuk mendengarkan kesaksian orang lain yang telah melewati masa-masa sulit dan telah berpindah ke sisi lain. Di situlah lagu Hana masuk hari ini. Lagu ini adalah kesaksiannya, bukan hanya tentang apa yang telah Tuhan lakukan dalam hidupnya tetapi tentang bagaimana Tuhan bekerja dalam seluruh kehidupannya. Sehingga hal ini dapat menjadi penyemangat bagi kita.
Dengan demikian, 4 hal yang bisa kita pelajari dan renungkan dari nas hari ini, yakni:
Pertama, Kudusnya Allah. Yang mengajarkan bahwa Allah adalah yang kudus dan tidak ada yang bisa dibandingkan dengan-Nya. Oleh karena itu, kita harus selalu menghormati, menghargai, dan memuliakan Allah.
Kedua, Keunikan Allah. Yang mengajarkan bahwa tidak ada yang lain kecuali Allah. Kita tidak boleh menyembah atau bergantung pada apapun yang selain dari Allah, karena hanya Allah yang memiliki kekuatan dan kuasa yang sejati.
Ketiga, Kekuatan Allah. Mengajarkan bahwa Allah adalah gunung batu yang kokoh dan dapat memberikan perlindungan. Kita dapat mempercayakan diri kita sepenuhnya pada Allah, karena Dia adalah tempat perlindungan yang kuat.
Keempat, Bersyukur. Seperti Hana sebagai ungkapan syukur karena Allah telah memberikan anugerah-Nya kepada dirinya. Oleh karena itu, kita juga harus senantiasa bersyukur atas segala karunia dan berkat yang Allah berikan kepada kita.
Dengan merenungkan nas ini, kita dapat memperdalam pemahaman kita tentang Allah dan meningkatkan kesadaran kita akan keagungan-Nya. Hal ini dapat membantu kita untuk menjalani hidup dengan penuh rasa syukur dan pengabdian kepada Allah. Karena itu, mari kita menguduskan diri, mari bersama selalu bersyukur dan bersaksi bahwa didalam kehidupan kita kekuatan Allahlah yang menopang dan memberi pengharapan bagi kita pribadi lepas pribadi. Kuduskan diri kita agar sama seperti Allah yang adalah Kudus adanya. Amin.
Oleh: Desi Lestari Hutagaol, S.Ag.