Renungan Senin, 06 November 2023
Roh Kudus Mengajar Kita Meminta Kepada Bapa
Lukas 11:13
“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Lukas 11:13: TB1)
Manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Menurut ilmu sosiologi, kebutuhan manusia dapat dibedakan ke dalam tiga kategori. Pertama, kebutuhan primer (pokok), yaitu kebutuhan yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia, antara lain: pangan, sandang (pakaian), dan papan (rumah). Kedua, kebutuhan sekunder (tambahan), yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan segala hal yang mendukung kebutuhan pokok; misalnya sarana atau alat transportasi sederhana, alat komunikasi sederhana, atau pendidikan; segala penunjang atau pendukung kebutuhan pokok. Ketiga, kebutuhan tertier, kebutuhan yang berkaitan dengan segala kemewahan. Misalnya, rumah mewah, mobil mewah, perhiasan, dan segala hal yang berkaitan dengan kemewahan. Kebutuhan tertier ini selalu berkaitan dengan prestise seseorang. Mereka yang sampai pada kepemilikan kebutuhan tertier sering mengklaim diri sebagai orang yang berderajat tinggi. Mereka mempertontonkan kemewahan di hadapan publik, supaya orang lain mengetahui bahwa mereka adalah orang kaya. Sebaliknya, orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok dikategorikan sebagai orang miskin; para kaum papah yang hina dan rendah. Yang menjadi pertanyaan saat ini: Apakah salah jika kita sampai pada kepemilikan kebutuhan tertier? Tidak! Namun jika kepemilikan kita akan kebutuhan tertier itu menjadi merendahkan orang lain– bahkan tidak mengindahkan kehendak atau Firman Tuhan –maka kemilikan kebutuhan tertier itu menjadi sebuah kesalahan. Kebutuhan tertier berubah menjadi keinginan kedagingan sehingga membawa manusia kepada maut. Apalah arti hidup dengan segala kecukupan dan kemewahan, jika kita kehilangan iman atau membinasakan diri sendiri (bdk. Lukas 9:25)
Banyaknya tuntutan akan pemenuhan kebutuhan hidup, baik langsung maupun tidak langsung telah mendorong manusia berusaha atau berkerja keras. Bahkan mereka kadang kala tidak memiliki waktu yang cukup untuk istirahat, sehingga mereka menjadi sakit. Alhasil, manusia itu bisa saja memiliki harta, jabatan, kuasa, popularitas, namun kehilangan kesehatan, harapan, atau bahkan kehilangan iman. Hidup manusia seolah-olah terobsesi hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertanyaannya yang timbul: apakah hidup manusia itu hanya sebatas untuk memenuhi daftar kebutuhan hidup? Dan apakah jika sesuatu yang tidak masuk ke dalam daftar kebutuhan, maka hal itu menjadi tidak berguna?
Yesus mengubah pandangan manusia tentang kebutuhan hidup. Segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia itu telah disediakan oleh Bapa. Bahkan dalam tradisi penciptaan, sebelum manusia itu diciptakan, Allah telah menyediakan segala kebutuhannya. Hal ini mengindikasikan bahwa Allah turut bekerja untuk memenuhi dan melengkapi segala kebutuhan manusia ciptaan-Nya. Di dalam memenuhi kebutuhan itu, manusia diharapkan bekerja, berdoa, dan bersyukur agar kebutuhan yang dimiliki menjadi berkat bagi manusia itu sendiri dan akhirnya memuliakan nama Tuhan. Namun kenyataan yang terjadi, manusia lebih memfokus diri pada pemenuhan kebutuhan hidup daripada fokus kepada Allah. Manusia lebih mementingkan kebutuhannya, daripada Allah itu sendiri, yang memberikan kebutuhan hidup itu. Keberimanannya pun dibangun atas dasar pengharapan atas pemenuhan segala kebutuhan hidup yang diberikan dan disempurnakan oleh Tuhan. Iman itu seolah-oleh legalitas atau lisence hanya untuk meminta segala kebutuhan dari Tuhan, supaya kebutuhan hidup itu dapat terpenuhi. Akibatnya, apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka iman goyah dan akhirnya mengingkari keberadaan Tuhan.
Hidup yang berfokus hanya untuk mengejar, mencari, dan memenuhi daftar segala kebutuhan hidup ini dirubah oleh Yesus Kristus menjadi hidup yang berfokus kepada Bapa Sang Pemberi kebutuhan hidup. Yesus mengajak semua orang agar meminta kepada Bapa tidak hanya sebatas kebutuhan hidup saja, melainkan meminta Roh Kudus agar bekerja dalam diri mereka. Dengan meminta Roh Kudus kepada Bapa, segala kebutuhan manusia akan terpenuhi dan tersempurnakan oleh Roh Kudus. Mengapa hal itu bisa terjadi? Bapa, dalam hal ini Roh Kudus lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan umat-Nya daripada manusia itu. Manusia sering gagal mendeteksi antara kebutuhan dan keingingan daging. Manusia lebih sering menganggap keinginan seolah-olah sebagai kebutuhan, dan kebutuhan sebagai keinginan. Agar manusia tidak gagal mendeteksi antara kebutuhan dan keinginan, Yesus mengajarkan, agar semua orang percaya meminta Roh Kudus kepada Bapa. Pemberian Roh Kudus oleh Bapa kepada orang-orang percaya bertujuan untuk mengajar mereka meminta dan bermohon kepada Bapa. Pemberian Roh Kudus ini juga membuktikan, bahwa Allah itu bermurah hati; apa yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia telah disediakan oleh Allah. Manusia berpikir hanya meminta kebutuhan hidup, namun Allah berpikir bagaimana manusia itu memperoleh hidup kekal; manusia berpikir hanya pada kebutuhan-kebutuhan jasmani, Allah berpikir agar hidup manusia berkelimpahan sampai pada kehidupan kekal. Oleh karena itu, melalui nas ini, Yesus mengubah orientasi doa umat-Nya, dari yang hanya meminta hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan jasmani menjadi meminta Roh Kudus kepada Bapa. Mintalah Roh Kudus kepada Bapa agar Dia yang mengajarmu dalam meminta segala hal yang perlu bagi dirimu kita. Amin
Oleh : Pdt. Dr. Romeo RP. Sinaga (Dosen Sekolah Tinggi Bibelvrouw)