Ibdah pagi, Senin, 19 Agustus 2024
Moning Reading: Jeremiah 4: 29-31
From. New International Version
29 At the sound of horsemen and archers every town takes to flight.
Some go into the thickets; some climb up among the rocks.
All the towns are deserted; no one lives in them.
30 What are you doing, you devastated one? Why dress yourself in scarlet and put on jewels of gold? Why highlight your eyes with makeup?
You adorn yourself in vain. Your lovers despise you; they want to kill you.
31 I hear a cry as of a woman in labor, a groan as of one bearing her first child— the cry of Daughter Zion gasping for breath, stretching out her hands and saying,
“Alas! I am fainting; my life is given over to murderers.”
Matius 5: 19
Anyone who breaks one of the least of these commandments, and teaches others to do the same, will be called least in the kingdom of heaven, but whoever practices and teaches these commands will be called great in the kingdom of heaven.
“Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat,sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Dear brothers and sisters in Christ,
This verse or passage is located at the beginning of Jesus’ Sermon on the Mount, which is one of the most famous and important teachings of Jesus in the New Testament. At that time, this text was delivered as a teaching to His followers (disciples, and people who wanted to hear His teaching. In the verses (17-18), Jesus emphasized that He did not come to abolish the Torah law, but to fulfill it.
Why did Jesus confirm this? In the situation and conditions at that time, there was debate among Jewish religious leaders about the interpretation and application of Torah law. According to the Jews, the values of God’s laws differ from one another. Therefore, Jesus in this passage provides a new perspective on how to understand and carry out God’s law.
This verse reminds us of the importance of obedience to God’s word, even in things that we may consider small or not according to our wishes, or do not make sense. Jesus taught that every commandment of God has value and purpose in His plan. This means that each or all of God’s words are equally important and have the same purpose.
Through today’s sermon we are reminded:
First: that obedience is not only about outward/physical actions, but also about the attitude of the heart. God sees not only what we do, but also God sees what our motivation is for doing it.
Many times, people can carry out religious actions or God’s commandments without real heart involvement. Example: A student respects his lecturer just because his grades are taken into account. And if the lecturer no longer teaches or the students graduate, you no longer reprimand the lecturer. Things like that are just external actions, not because of his impulse to respect his teacher, instead he avoids the teacher when he meets him somewhere. Or we worship only because of the rules or because we are embarrassed to see our neighbors if we don’t go to church. It’s not because of the calling of the heart that it is important to commune with God. So what is meant in this text is to do good, not just actions but true impulses, and that is the true obedience meant by God.
Jesus often criticized the religious leaders of his day who emphasized external rituals without inner change (Matthew 23:27-28)
Second: We are called not only to carry out God’s commandments, but also to teach them to others. Example: Matthew 22: 39 which says “Love your neighbor as yourself”. I carried out that order, but in this text it is said that it is not enough just to do it, but to teach it to other people so that other people know how to do things like that too. This means that we are required to be role models in words and deeds. Because we often preach good things, but don’t do them. Preachers often defend themselves if their behavior does not match what they say, “I only convey God’s Word” not my words. If we quote the words of Dr. Justin Sihombing (First Ephorus Emeritus), he said “Jamitahon Ngolumi, ngolumi do jamitam. This means that we or a preacher don’t just say or deliver the word, but he must first live the word and act it out before he conveys it to others, so that words and deeds are in line with his life practice.
Third: This verse/nast reminds us that there are consequences to our choices. Obedience brings blessings, while disobedience has negative impacts. (read sermon today……….).
Illustration:
We can imagine an orchestra playing a beautiful symphony. Each musician has a different role. Some play large, big-sounding instruments such as the piano or drums, while others play smaller instruments such as the triangle or tambourine. Maybe the triangle player feels that his role is less important than the piano player. However, if he decided not to play it correctly, the beauty of the entire symphony would be compromised. Even though the sound doesn’t always sound clear, when played at the right moment, it provides a touch that makes the composition perfect.
That’s how we are as followers of Christ. Every command of God, no matter how small, has an important role in the “symphony” of God’s plan. When we are faithful in the small things, we contribute to the beauty and harmony of God’s greater plan.
Let us be faithful in all things, both great and small, so that we may occupy a high place in the kingdom of heaven, not because of our achievements, but because of our faithfulness to Him who called us. Amen
Dalam Bahasa Indonesia:
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Ayat atau nast ini terletak di awal Khotbah Tuhan Yesus di Bukit, yaitu salah satu ajaran Yesus yang paling terkenal dan penting dalam Perjanjian Baru. Nast ini pada waktu itu disampaikan sebagai pengajaran kepada pengikut-pengikutNya (para murid-murid, dan orang orang yang ingin mendengar pengajaranNya. Dalam ayat-ayat sebelumnya (17-18), Yesus menegaskan bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya.
Mengapa Yesus menegaskan hal itu? Situasi dan kondisi pada masa itu, ada perdebatan di antara para pemimpin agama Yahudi tentang interpretasi dan penerapan hukum Taurat. Dimana menurut orang-orang Yahudi beranggapan bahwa hukum Allah itu berbeda nilainnya satu dengan yang lain. Oleh karena itu Yesus dalam nast ini memberikan perspektif baru tentang bagaimana memahami dan menjalankan hukum Tuhan.
Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya ketaatan kepada firman Tuhan, bahkan dalam hal-hal yang mungkin kita anggap kecil atau tidak sesuai dengan kehendak kita, atau tidak masuk akal kita. Yesus mengajarkan bahwa setiap perintah Tuhan memiliki nilai dan tujuan dalam rencana-Nya. Artinya setiap atau semua firman Tuhan itu sama pentingnya dan mempunyai tujuan yang sama.
Melalui nast khotbah hari ini kita diingatkan:
Pertama: bahwa ketaatan bukan hanya tentang tindakan lahiriah/fisik, tetapi juga tentang sikap hati. Tuhan melihat tidak hanya apa yang kita lakukan, tetapi juga Tuhan melihat apa motivasi kita melakukannya.
Sering kali, orang bisa melakukan tindakan keagamaan atau perintah-perintah Tuhan tanpa keterlibatan hati yang sebenarnya. Contoh: Seorang Mahasiswa hormat kepada dosennya hanya karena supaya nilainya diperhitungkan. Dan kalau dosen tidak lagi mengajar atau mahasiswa tamat, menegur dosennya pun tidak lagi. Hal seperti itu adalah tindakan lahiria saja, bukan karena dorongan hatinya untuk menghormati gurunya, malah menghindar dari guru tersebut kalau bertemu di suatu tempat. Atau kita beribadah hanya karena aturan atau malu melihat tetangga kalau tidak pergi ke gereja. Bukan karena panggilan hati bahwa penting bersekutu dengan Tuhan. Jadi yang dimaksud dalam nast ini adalah melakukan kebaikan , bukan sekedar tindakan tetapi dorongan hati yang benar, dan itulah ketaatan sejati yang dimaksud oleh Tuhan.
Yesus sering mengkritik para pemimpin agama di zamannya yang menekankan ritual eksternal tanpa perubahan batin (Matius 23:27-28)
Kedua. Kita dipanggil bukan hanya untuk melakukan perintah-perintah Tuhan, tetapi juga untuk mengajarkannya kepada orang lain. Contoh: Matius 22: 39 yang mengatakan “ Kasihilah sesamamu manusia sama seperti dirimu sendiri”. Saya melakukan perintah itu, tetapi dalam nast ini dikatakan tidak cukup hanya melalukan, tetapi mengajarkannya kepada orang lain supaya orang lain tahu melalukan hal seperti itu juga. Ini berarti kita harus menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan. Karena sering sekali kita berkhotbah hal-hal yang baik, namun tidak melalukannya, Kalau ditanya “saya kan hanya menyampaikan Firman Tuhan” bukan kata saya. Kalau kita kutip perkataan Dr. Justin Sihombing (Mantan Ephorus I), dia mengatakan “Jamitahon Ngolumi, ngolumi do jamitam. Artinya kita atau seorang pengkhotbah tidak hanya mengucapkan atau menyampaikan Firman itu, tetapi firman itu harus terlebih dahulu dia hayati, dan lakukan baru dia sampaikan sama orang lain, sehingga perkataan dan perbuatan sejalan dalam peraktek kehidupannya.
Ketiga: Ayat/nast ini mengingatkan kita bahwa ada konsekuensi dari pilihan-pilihan kita. Ketaatan membawa berkat, sementara ketidaktaatan memiliki dampak negatif. (baca Nast khotbah hari ini ……….).
Ilustrasi:
Boleh kita bayangkan sebuah orkestra yang sedang memainkan simfoni yang indah. Setiap pemain musik memiliki peran yang berbeda. Ada yang memainkan alat musik yang besar dan kedenarannya juga besar seperti piano atau drum, sementara yang lain memainkan alat yang lebih kecil seperti triangle atau tamborin.Mungkin pemain triangle merasa bahwa perannya tidak terlalu penting dibandingkan dengan pemain piano. Namun, jika ia memutuskan untuk tidak memainkannya dengan tidak tepat, keindahan seluruh simfoni akan terganggu. Meskipun suaranya tidak selalu terdengar jelas, tetapi ketika dimainkan pada saat yang tepat, ia memberikan sentuhan yang membuat komposisi itu menjadi sempurna.
Demikian kita sebagai pengikut Kristus. Setiap perintah Tuhan, sekecil apapun itu, memiliki peran penting dalam “simfoni” rencana Tuhan. Ketika kita setia dalam hal-hal kecil, kita berkontribusi pada keindahan dan keharmonisan dari rencana Tuhan yang lebih besar.
Marilah kita menjadi orang-orang yang setia dalam segala hal, baik besar maupun kecil, sehingga kita dapat menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga, bukan karena prestasi kita, tetapi karena kesetiaan kita kepada Dia yang telah memanggil kita. Amen
Oleh Bvr. Dr. Rodlinda Sihombing, S.Pd., M.Si